Manajemen Qolbu:
Bersandar Hanya Kepada Allah

KH. Abdullah Gymnastiar

Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada ALLAH. Dengan meyakini bahwa memang ALLAH-lah yang menguasai segala-galanya, mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan ALLAH, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman ALLAH. Total, sempurna segala-galanya ALLAH yang membuat, ALLAH yang mengurus, ALLAH yang menguasai.

Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuu rahaa wa takwahaa", "Dan sudah diilhamkan dihati kita untuk mau berbuat memilih mana kebaikan, mana keburukan". (QS. Asy Syamsi 91:8) Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan kepada kita tinggal kita memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk orang yang berkelakuan buruk dan terpuruk, bukan karena salah siapapun, kecuali diri kitalah yang memilih menjadi buruk dan terburuk, naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya hanya kepada ALLAH mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Perhatikan saja, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan segera terguling, akan jatuh terpelanting. Bersandar kepada sebuah kursi, dia akan sangat takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yanga panik dalam hidup ini adalah orang-orang yang bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandara-sandaran yang lainnya.

Padahal semua yang kita sadari sangat mudah bagi ALLAH (mengatakan "sangat mudah" juga ini terlalu kurang etis), atau akan "sangat mudah sekali" bagi ALLAH untuk mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita bersandar hanya kepada ALLAH yang menguasai setiap kejadian, "Laa khaufun alaihim walaahum yahjanun", kita tidak akan pernah panik oleh apapun dan siapapun, insyaallah.

Jabatan diambil, tidak apa-apa, karena jaminan dari ALLAH tidak tergantung kepada jabatan kita. Apa artinya kita diberi jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. Kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan, jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang menyebabkan sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi, sungguh bagi orang-orang yang bersandar hanya kepada ALLAH dengan ikhlas, ah silakan, buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan diri kita kepada ALLAH, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan ALLAH. Tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan ALLAH karena kita dapat mempertanggungjawabkannya dengan baik. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan, dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari ALLAH SWT. Karena kita tidak akan terjamin oleh kedudukan kita, percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi ALLAH sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh ALLAH diberi penyakit seharga 16 juta, sudah pasti tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Sebab, punya tabungan uang, mudah bagi ALLAH untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengeluarkan uang yang lebih besar dari tabungan kita. Demi ALLAH, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya ALLAH saja. Punya Bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi ALLAH untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa menandatangani apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.

Punya suami gagah perkasa; otot kawat balung besi, leher beton, urat kabel, wajah asbes. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi ALLAH membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan 'muntaber'. Atau tiba-tiba muncul bisul-bisul di ujung tangan dan jarinya, mukul siapa kalau tangannya bisulan. Atau ALLAH mengirimkan nyamuk Aides Aigypty yang betina, lalu menggigitnya sehingga menderita demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate misalnya.

Siapapun yang gagah lalu petantang-petenteng, dikirim saja oleh ALLAH bakteri atau virus, maka cukup untuk membuat gigil dan takluk. Sungguh tidak ada yang bisa digantungi. Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita, karena cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.

Semakin kita bergantung kepada sesuatu, semakin diperbudak kita oleh sesuatu itu. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi riski, suami hanya salah satu jalan rizki dari ALLAH SWT, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kantor, maka hendaknya istri menitipkannya kepada ALLAH.

"Wahai ALLAH, Engkaulah penguasa suami saya, titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan jatah rizkinya dalam keadaan barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan yaa ALLAH, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal sholeh".

Insyaallah suami pergi bekerja di-back up oleh doa sang istri, subhaanallah.

Ketika pulang ternyata,
"Mah, tidak jadi kita dapat untung".
"Pah, kita sudah untung".
"Mana Papah tidak bawa uang?".
"Niat sudah merupakan keberuntungan, bersimbah keringat, berkuah peluh,
merupakan keuntungan, apa yang kurang Pah?"
"Tapi Mah, Papaph tidak berhasil dapat uang?"
"Subhaanallah, uang itu nanti pasti ada di saat yang tepat. Apalah
artinya kita punya uang, kalau hanya akan menjerumuskan, tenang Pah masih
ada stock beras".
"Tapi kan tidak ada lauk pauknya"
"Justru daging itu enak kalau jarang. Bayangkan kalau Papah makan
durian setiap hari, pasti itu durian tidak akan enak lagi. Pasti ada
hikmah, tidak ada keburukan yang tidak mengandung kebaikan. Tenang Pah"
"Mamah tidak kecewa?"
"Apa yang perlu dikecewakan, kewajiban kita hanya menyempurnakan niat
dan ikhtiar".

Subhaanallah, demikian percakapan sebuah keluarga yang bersungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada ALLAH saja. "Wa maa yatawakkal alallah fahua hasbu", "Dan barang siapa yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun. Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada ALLAH, bakal dicukupi segala kebutuhannya" (Q.S At Thalaq 65: 3).

ALLAH Maha Pencemburu dan tidak suka hati hambanya bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung kepada benda-benda mati. Mana mungkin itu terjadi, sedangkan setiap makhluk itu ada dalam genggaman dan kekuasaan ALLAH. Kita bergantung kepada apa yang dikuasai ALLAH, padahal ALLAH yang menguasai segala kejadian.

Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Padahal, yang kita gantungi "Laahaula walaa quwwata illaa billah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendah ALLAH). Maka, sudah seharusnya hanya kepada ALLAH sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain.