SEINDAH MENTARI PAGI

Pagi itu di dapur....
" Bu,.. awas itu ikannya hampir gosong loh... ", seru khadimatku,
Asih, membuyarkan lamunanku.
" Masya Allah...", seruku seraya mematikan kompor.
" Nah loh ibu lagi ngelamun ya... ?", goda Asih lagi.
" Ah, kamu ini... ayo mana belanjaannya ? ", tanyaku.
" Asih, hari ini kita bikin bali ikan, sayurnya kita bikin lodeh
saja terus goreng tahu, tempe dan kerupuk". Asih, khadimatku sudah lama ikut
aku dan keluarga. Sejak dia baru lulus SD sampai sekarang dia sudah lulus
SMEA. Kami sekeluarga sudah menganggap Asih sebagai anggota keluarga
sendiri.

Selesai masak bareng Asih sambil menunggu adzan dzuhur aku berniat
meneruskan tulisanku semalam, tapi aku hanya termenung di depan layar
monitor tanpa dapat memusatkan pikiranku. Aku kembali meneruskan lamunanku
yang tadi sempat terputus gara-gara Asih mengejutkanku. Semalam selepas kami
sholat Isya' berjamaah, Sarah putri tunggalku menghampiriku di kamar.
" Ummi,... ummi lagi repot ? ", tanya Sarah.
" Nggak kog sayang, ada apa ? ".
" Malam ini ummi nggak nulis ?, biasanya ba'da isya ummi khan
langsung asyik sama komputer ".
" He.. he.. Sarah,...Sarah....nggak kog, memang sih ummi mau nulis
tapi nanti-nanti saja. Ada apa sholihah... ? ".
" Eng.. eng... ada yang mau Sarah diskusikan sama ummi ".
" Ya,... tentang apa nak ? ".
" Tapi ummi harus janji dulu sama Sarah loh.. ".
" Janji.. ? ada apa memangnya ? ".
" Ya ummi, janji dulu ya mi yah... ? ", Sarah mulai dengan rengekan
manjanya
" Iya deh insya Allah.... ".
" Ummi musti janji pertama ummi jangan motong dulu sebelum Sarah
selesai, terus yang kedua ummi jangan bicarakan ini dulu sama siapapun
kecuali sama Abi. Sarah nggak mau kalau mas Fadhil, mas Yazid dan Zakly tahu
sebelum waktunya ", kata Sarah seraya menatapku.
" Hhhmm.... iya insya Allah ".
" Nah,... sekarang ummi dengarkan baik-baik yah...? ", pinta Sarah
dengan kerlingan manjanya.
" Iya.... ini dari tadi juga ummi sudah dengerin kog...", kataku
mulai tak sabar.
" Mmhhhh... begini ummi,.... akhir-akhir ini Sarah mulai berpikir
kalau... mmhhh...mmhhh.. kalau Sarah pingin menyempurnakan setengah dari
dien Sarah ", kata Sarah perlahan lantas Sarah tertunduk dan diam.
Aku masih terdiam, rasanya otakku saat itu bekerja dengan sangat
lambat untuk mencerna kata-kata Sarah. Sarah ingin menyempurnakan setengah
dari diennya itu artinya Sarah hendak menikah....Subhanallah...
Alhamdulillah... putri tunggalku sudah berpikir ke arah sana.

" Sarah,...subhanallah nak...", aku tak dapat meneruskan
kata-kataku.
" Ummi kaget Sarah,... tapi sekaligus juga bangga ", kataku seraya
memeluk Sarah yang masih tertunduk di hadapanku. " Alhamdulillah nak....
Insya Allah kalau nanti abi sudah pulang akan ummi diskusikan dengan abi.
Nah,...mau ngomong begitu aja kog dari tadi pakai takut-takut segala sih
sayang.. ? ", godaku.
Sarah masih menunduk sambil tersenyum.
" Sekarang masalahnya Sarah mau nikah sama siapa ?", tanyaku. "Atau
Sarah pingin abi dan ummi yang carikan calonnya ? ".
" Mmhh... sebenarnya Sarah sudah punya calon ummi.... ", katanya
perlahan.
" Heh... ?? Sarah sudah punya calon... kog abi dan ummi nggak tahu ?
".

Terus terang aku terkejut. Aku kenal betul siapa Sarah, ia sangat
hati- hati dalam menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya. Tapi kog tahu-tahu
sekarang sudah ada calon.
" Ummi masih janji kalau nggak memotong sebelum Sarah selesai
khan,...sekarang Sarah mau cerita yang lengkap ". Sarah menarik nafas.
" Begini ummi,... ada temen pengajian Sarah di kampus, akhwat itu
punya mas. Nah, masnya itu insyaAllah akhlaq dan diennya baik ".
" Hhmm.... lantas.. ", kataku tak sabar.
" Temen Sarah itu mengusulkan agar Sarah menikah dengan masnya.
Nah,.. sekarang Sarah mau minta tolong ummi dan abi atau mas Fadhil atau mas
Yazid untuk menyelidiki apa memang betul ikhwan itu diennya baik dan insya
Allah bisa cocok sama Sarah ".
" Hhhmmm... begitu ? ".
" Sarah belum pernah ketemu sama ikhwan itu, Sarah baru lihat
fotonya saja dan Yasmin, teman Sarah itu cerita kalau ikhwan itu insya Allah
shalih. Sarah percaya sama Yasmin, ummi masih ingat Yasmin khan yang pernah
kesini itu lho... ".
" Ummi lupa abis khan banyak akhwat temen Sarah yang main kesini ".
" Ummi,... abi dan ummi khan selalu bilang kalau apapun yang kita
kerjakan harus lillaahita'ala khan ? ", tanya Sarah. Aku hanya
mengangguk....
" Ummi,....insya Allah Sarah ingin pernikahan ini juga menjadi
ibadah karena Sarah pingin mencari ridho Allah ummi. Sarah ingin nikah
dengan ikhwan itu karena Sarah ingin menolong ia dan keluarganya mi...
Ummi,.. sebenarnya ia sudah menikah, sudah punya isteri ".
" Heh....", seruku dengan terkejut.

Tanpa memperdulikan keterkejutanku Sarah kembali meneruskan
kata-katanya.
" Ummi, ikhwan itu sudah nikah hampir 6 tahun, tapi sampai sekarang
belum dikasih amanah oleh Allah, isterinya punya fisik yang lemah, sering
sakit-sakitan. Sarah berpikir ummi,.... Sarah ingin bisa menolong keluarga
itu untuk sama-sama berjihad di jalan Allah. Sarah bisa bantu-bantu
pekerjaan rumah tangga dan insya Allah nanti Sarah bisa melahirkan
jundi-jundi yang bisa dididik sama-sama. Ummi ingat ya ummi,... Sarah
insyaAllah mau melakukan ini semua hanya karena Allah, Sarah cuma mau
mencari ridho Allah saja ummi.... Sarah sudah istikharoh berkali-kali dan
Sarah makin hari makin mantap aja ".

Aku hanya terdiam,... tak tahu harus berkata apa. Terus terang aku
sangat ingin suamiku ada disampingku saat ini. Kenapa Sarah harus
membicarakan hal itu di saat suamiku ke luar kota. Aku bingung tak tahu
harus berkata apa....

" Ummi,.... ", panggil Sarah perlahan.
" Sarah,...sekarang ummi mau tanya ya nak... ".
" Bagaimana awal mulanya kog tiba-tiba Sarah ingin menikah dengan
ikhwan itu ? ".
" Begini ummi,...Yasmin bilang kalau mbak Asma, nama isteri masnya
itu, pernah bilang ke Yasmin bahwa mbak Asma ingin suaminya menikah lagi ".
" Hhmmm.... terus.... ".
" Soalnya mbak Asma tahu benar kalau suaminya sudah ingin punya
jundi sementara mbak Asma sendiri sampai sekarang belum juga dikasih
kesempatan oleh Allah untuk hamil. Kasihan mbak Asma ummi,...sudah fisiknya
lemah, kesepian lagi. Sehabis Yasmin cerita begitu Sarah jadi kepikiran,
Sarah ingin membantu keluarga itu ummi.... Sarah pingin bisa bantu-bantu
mbak Asma, nemenin mbak Asma, insyaAllah nanti Sarah juga bisa melahirkan
jundi yang bisa dididik sama-sama. Khan Ummi sendiri yang bilang kalau untuk
menuju kebangkitan Islam memerlukan generasi yang berkualitas, insya Allah
nanti akan lahir generasi-generasi robbani ."

Setelah sholat dzuhur berdua dengan Asih aku kemudian makan
sendirian. Kalau siang seperti ini rumah selalu sepi, hanya aku berdua
dengan Asih saja. Mereka biasanya makan di kampus masing-masing dan Yazid
makan di cafetaria kantornya. Terus terang aku kesepian, ingin rasanya aku
segera mendapatkan cucu-cucu dari mereka. Dan kini salah seorang dari mereka
mengajukan keinginannya untuk menikah, tapi...kenapa Sarah hendak nikah
dengan seseorang yang telah beristri?.... Rasanya sejak semalam aku sulit
berpikir secara jernih, aku terlalu terbawa alam perasaanku. Diantara mereka
berempat aku tidak membeda-bedakan kasih sayangku. Aku selalu berusaha adil
terhadap mereka. Tapi tak dapat kupungkiri kalau Sarah menempati posisi yang
lebih istimewa. Perhatianku lebih tercurah ekstra pada Sarah. Karena Sarah
hanya satu-satunya putri tunggalku. Aku lebih melindungi Sarah dibandingkan
dengan putra-putraku yang lain. Timbul rasa was-was dalam hatiku, bagaimana
kalau seandainya suaminya nanti tak dapat berlaku adil, bagaimana kalau
seandainya madu Sarah tidak memperlakukannya dengan baik karena merasa
mendapat saingan dan bagaimana kalau nanti Sarah tidak bahagia. Semua itu
menjadi beban pikiranku. Aku menyayangi Sarah, dan wajar bila sebagai
seorang ibu aku ingin melihat anak-anakku bahagia. Aku menjadi tidak
berselera makan. Tiba-tiba...

" Assalamu'alaikum,...", suara Zakly kudengar dari teras depan.
" Wa'alaikumussalam,... loh kog sudah pulang ? ", tanyaku.
" Iya mi, dosennya nggak ada... lagi pula siang ini sudah nggak ada
kuliah lagi kog ", jawab Zakly seraya mencium tanganku.
" Ayo makan sekalian,...ummi baru saja mulai ".
" Sebentar mi, cuci tangan dulu... ".

Seperti kebiasaan mereka sejak kecil, setiap pulang sekolah waktu
makan siang mereka akan bercerita tentang kejadian mereka di sekolah hari
itu. Dan hingga kini meskipun mereka telah beranjak dewasa kebiasaan itu
tetap terbawa. Zakly sedang bercerita tentang susahnya mencari dosen
pembimbingnya untuk skripsi. Tapi aku hanya menanggapi setengah hati,
konsentrasiku tidak terpusat seutuhnya pada apa yang dibicarakannya.

" Ummi,.... ummi kenapa sih...? ", tanya Zakly.
" Oohh...nggak,... Zakly bilang apa tadi temen Zakly kenapa ? ".
" Nah khan... ketahuan deh kalo ummi nggak dengerin Zakly ngomong ".

" Nggak,.. kenapa tadi.... ? ".
" Sejak tadi pagi Zakly perhatikan ummi hari ini agak lain deh... ".

" Ah masa sih,... itu khan perasaan Zakly saja.. ".
" Bener kog... tadi pagi di garasi mas Yazid saja tanya sama Zakly,
kog ummi pagi ini agak diam ya... nggak secerewet biasanya ".
" Eh,...ghibah ih,...ngomongin umminya ", sahutku sambil tersenyum.
" Bener kog... ummi nggak sakit khan ?? ".
" Nggak ummi nggak apa-apa kog... ".
" Kalo nggak apa-apa kog ummi jadi agak lain ayo !", desak Zakly
masih dengan ngototnya.
Sifat Zakly ini menurun dari abinya, yang nggak akan berhenti
bertanya kalo belum mendapatkan jawaban yang dapat memuaskan hatinya.
" Ummi...ummi cuma pingin abi cepet pulang, gitu aja.." sahutku
perlahan.
" Ha.... ha.... ", meledak tawa Zakly.
" Lho kog ketawa sih ? ",tanyaku.
" Abis ummi lucu, kaya pengantin baru aja deh.... dikit-dikit kangen
pingin ketemu abi ".
" Yah wajar dong.... namanya juga suami isteri ".
" Tapi ummi lucu deh... kita khan pura-pura nggak tahu aja, kalau
sebenarnya di belakang kita ummi tuh kolokan banget sama abi... ", goda
Zakly lagi.
" Hhhmmm.... kata siapa ? ", tanyaku tak mau kalah.
" Yah ummi...ngaku aja deh,...kalau ummi khan masih manja banget
sama abi, ummi kita khan udah pada gede-gede, sudah ngerti ", kata Zakly
masih sambil ketawa.
" Udah ah,... ketawa aja tersedak lho nanti maemnya.. ",sahutku.
" Mmmhh...ummi nggak mau ngakuin tuh..., sabar dong ummi insya Allah
besok abi khan sudah pulang ", goda Zakly lagi.
" Udah,... cepat dihabisin maemnya Zakly... ".
" Iya nyonya besar.... ", kata Zakly sambil tersenyum-senyum
menggoda.
" Ummi,...", panggil Zakly lagi.
" Apa lagi sholeh ?? ".
" Mmhh... Zakly nanti ingin kalau punya rumah tangga seperti rumah
tangga abi dan ummi.... ".
" Kenapa memangnya... ? ".
" Sepertinya abi sama ummi tuh seneenng terus, nggak pernah Zakly
lihat abi sama ummi ribut, meskipun sudah tua-tua tapi masih seperti
pengantin baru saja ".
" Hhmmm... kalian khan nggak tau saja, pernah juga abi dan ummi
berselisih, karena beda pendapat, itu wajar dalam rumah tangga ".
" Oya... kog Zakly nggak tahu.. ".
" Aduh anakku sholeh.... masa sih kalau abi sama ummi lagi nggak
enakan harus lapor sama kalian, nggak khan ?".
" Iya.. ya.... ".
" Itu rahasia abi dan ummi, kita selesaikan berdua, diskusi,
dibahas, saling menghargai pendapat lawan, cari jalan tengahnya ".
" Terus mi.... ".
" Ya sudah,...berusaha menyelesaikannya secepat mungkin, dan saling
mengalah. InsyaAllah keadaan cepat normal lagi, baikan lagi. Kunci yang
penting Zakly,... kalau nanti Zakly sudah berkeluarga, jangan pernah kalian
ribut di depan anak-anak, karena nggak baik buat perkembangan jiwa mereka.
Selesaikan berdua ketika sudah sama-sama tenang sehabis sholat misalnya ".
" Hhmmm... itu makanya abi sama ummi tetap awet sampai sekarang yah
? ".
" Yah... alhamdulillah nak, abi dan ummi saling cinta meskipun dulu
kita nggak pakai istilah pacaran ".
" Iya mi,... Zakly tahu itu....subhanallah....
"Iya,... Islam sudah bikin aturan yang benar dan baik tinggal
tergantung kita mau ikut atau nggak ", kataku lebih lanjut. Sudah sekarang
cepat habisin maemnya... ".
" Jazakillah ya ummi buat materinya siang ini.... ".
" Hhmm... waiyakallahu.. ".

Dan tiba-tiba.... kring... dering suara telfon.
" Hallo,... ", angkat Yazid.
" 'Alaikumussalam,... oh abi nih... Iya bi,... bener nih nggak usah
dijemput ?. Iya-iya....insya Allah.... 'alaikumussalam... ".
" Dari abi, Yazid ?? ", tanyaku.
" Iya,... seminar abi ternyata selesai hari ini, abi sekarang ada di
airport sebentar lagi pulang ".
" Lho,... abi nggak minta dijemput ? ", tanyaku.
" Kata abi, abi mau naik taksi saja biar cepat, kalau nunggu
dijemput kelamaan ".
" Insya Allah sebentar lagi abi pulang ". harapku.

Selesai sholat isya'....

" Kalian sudah pada lapar ya ?, mau makan sekarang atau nunggu abi
saja sekalian ? ", tanyaku.
" Nanti aja mi,... enakan bareng-bareng abi aja.. ".
" Kalau kalian mau maem dulu nggak apa-apa, biar nanti ummi saja
yang nemenin abi ".
" Nggak usah mi,... khan sebentar lagi insya Allah abi juga datang
", jawab Fadhil lagi.
Dan benar, tak berapa lama kemudian....
" Assalamu'alaikum,...", suara suamiku dari teras depan.
" Wa'alaikumussalam... ", jawab kami berbarengan.
Kelakuan mereka masih persis anak-anak langsung berebut membuka
pintu buat abinya dan mencium tangan abinya. Kalau melihat mereka seperti
itu tak percaya rasanya kalau mereka sudah pada besar-besar dan sudah
waktunya untuk nikah. Ah,...nikah lagi... kenapa itu yang ada dipikiranku
selalu.

" Ummi,..ini nih pacar ummi udah datang...", seru Zakly.
" Zakly,...apa-apa an sih ya...", kataku sambil melotot.
" Alah.. ummi, tadi siang bilang kangen, pingin abi cepet pulang,
sekarang malah berdiri disitu aja... ", goda Zakly lagi.
" He.. he.... memang tadi siang ummi kenapa Zakly ", tanya suamiku.
" Tadi siang nih bi.... ".
" Udah Zakly,... abi baru aja dateng,... cuci tangan dulu deh bi,..
terus kita maem ", potongku langsung.
" Iya bi,.. kita tadi udah laper nungguin ", kata Sarah.

Seperti biasa waktu makan malam adalah saat dimana kami dapat makan
bersama. Kalau pagi, anak-anak biasa sarapan lebih dulu sedangkan aku dan
suamiku hanya sarapan berdua, karena suami ke kantor agak siang dibanding
mereka pergi. Kalau siang mereka tak pernah makan di rumah, biasanya aku
makan sendiri. Jadi baru makan malamlah kami dapat berkumpul bersama. Dan
seperti biasa mereka saling tak mau kalah kalau sudah cerita, jadi bisa
dibayangkan bagaimana semaraknya suasana.

" Oya,...tadi Zakly bilang apa tentang ummi ", tanya sumiku
mendadak.
" Oh,... he.. he.. ini ummi,... ".
" Kenapa Zakly ? ", tanya Yazid.
" Tadi siang khan Zakly makan di rumah , terus pas Zakly ajak
ngobrol ummi tuh kayanya nggak bener-bener ngedengerin deh,... Zakly pikir
kenapa gitu.... ".
" Trus.... ", potong Fadhil.
" Waktu Zakly desak-desak ummi bilang nggak apa-apa,.. tapi akhirnya
ngaku juga... ".
" Ummi bilang apa... ? ", tanya suamiku.
" Ummi bilang kangen sama abi, pingin abi cepat-cepat pulang, waktu
ngomongnya kaya anak remaja yang umur 17 tahun, sambil malu-malu gimanaaa..
gitu ".
Langsung, tawa mereka memecah...
" Ih,... ummi perasaan biasa aja bilangnya, ngapain juga pakai
malu-malu segala, orang abi sama ummi udah 28 tahun nikah ", sahutku.
" Alah ummi,..Zakly tadi khan liat muka ummi merah-merah gimana gitu
".
" Oooohh.... pantesan tadi pagi Yazid juga perhatikan ummi agak
aneh, nggak seperti biasanya ", sambung Yazid.
" Iya,..ummi tadi pagi agak diam, hhmm baru ketauan ternyata
sebabnya kenapa ", kata Fadhil

Mereka masih tertawa-tawa, kulirik Sarah hanya tersenyum tak ikut
menggodaku seperti yang lain. Tentu Sarah tahu dialah yang menjadi penyebab
kenapa seharian ini aku agak aneh.
" Iya mi,...bener ya apa yang Zakly bilang ", tanya suamiku sambil
menatapku dalam-dalam.
" Hhmm.... ", aku hanya tersenyum, jengah juga rasanya ditatap
seperti itu di depan anak-anak meskipun mereka udah dewasa.
Mendadak tawa mereka memecah lagi....
" Lho,... kenapa sih... ?? ".
" Coba deh ummi ngaca, muka ummi tuh lucu banget tersipu-sipu gimana
gitu, kaya remaja 17 tahunan ", kata Zakly.
" Ummi... ummi...,mau bilang iya aja kog pake malu-malu segala
sih... ", kata suamiku.
" Padahal abi khan baru pergi 3 hari yang lalu, ya khan ? ", tanya
suamiku ke mereka.
" Tunggu aja bi,.. nanti kalau kita sudah nggak ada, ummi bakal
ngaku juga sama abi,... ", kata Zakly.
" Udah ah,... nggak selesai-selesai maemnya nanti, ingat abi belum
sholat lho..", kataku mengalihkan pembicaraan.

Setelah suamiku sholat, seperti biasa kami berkumpul di ruang
tengah. Dan juga seperti biasa mereka tak pernah habis-habis akan topik
bahasan. Mulai dari kerusuhan tentang adanya isyu pembunuhan dukun santet
yang menyebabkan sebagian ulama juga ikut terbunuh, tentang harga sembako
yang masih saja sulit dijangkau, dan juga tentang keanekaragaman visi dari
bermacam-macam partai Islam yang ada. Sampai pada masalah banyaknya
anak-anak yang putus sekolah karena tak ada biaya serta kondisi gizi
anak-anak balita yang memprihatinkan. Dan seperti biasa, mereka ingin agar
segera terbentuk khalifah Islam dimana segala macam bentuk
perundang-undangan bersumber pada Al Qur'an dan sunnah Rasul yang insya
Allah apabila semuanya itu dilakukan dapat menjamin pola kehidupan
masyarakat akan menjadi baik.

Dari balik layar monitor kuperhatikan Sarah tidak selincah biasanya
dalam berdiskusi dengan mas-masnya, Sarah hanya sesekali menimpali itu pun
dengan nada bicara yang tanpa semangat, sedangkan aku dari tadi duduk di
depan komputer, tapi hanya satu paragraf yang berhasil kutulis. Karena
perhatianku lebih tercurah pada apa yang mereka bahas dibanding dengan
susunan cerita yang sedang kukerjakan. Ingin rasanya aku cepat-cepat menarik
suamiku ke kamar untuk membahas keinginan Sarah. Tapi kulihat mereka masih
asyik, dan sekarang`mereka sedang nonton Dunia Dalam Berita. Biasanya
sehabis acara itu mereka masih duduk di situ untuk membahas berita yang baru
saja mereka lihat, sebelum akhirnya masuk ke kamar masing-masing. Setelah
dunia dalam berita....
" Abi nggak capek,... khan tadi baru pulang, besok harus ke kantor
khan ? ", kataku.
" Besok saja diterusin obrolannya,... atau kalian ngobrol berempat
saja... ", sambil kutatap mereka.
" Kasian abi dong.... ", sambungku lagi.
" Hhhmm.... hhmm.... ", Zakly pura-pura batuk, yang aku tahu itu
hanya untuk menggodaku saja.
" Iya deh,...lagian masa abi ngobrol sama kalian aja, abi khan juga
pingin ngobrol sama ummi ", kata suamiku.
Tawa mereka memecah lagi...
" Bukan,... bukan gitu, abi khan baru pulang, dan besok harus kerja
", bantahku.
" Iya..iya...udah yok mi,.. kita bobo...", ajak suamiku.
" Jangan lupa lho, periksa lagi pintu jendela sebelum kalian masuk
kamar ", perintahku pada mereka.

Kulirik jam, sudah pukul 10 kurang seperempat. Tak mungkin rasanya
aku bercerita malam ini. Suamiku tentu lelah, biar besok saja setelah sholat
shubuh pikirku. Dan kulihat suamiku sudah merebah di tempat tidur dan
bersiap-siap untuk tidur. Iya,... nggak mungkin malam ini, besok saja
putusku. Tapi aku masih belum dapat memejamkan mata, ingin rasanya hari
segera berganti. Aku tidak biasa memendam sesuatu terhadap suamiku. Aku
ingin segera menumpahkan apa yang menjadi beban pikiranku. Yah,... insya
Allah nanti selepas shubuh...

Setelah qiyamul lail, sambil menunggu shubuh aku bergantian membaca
qur'an dengan suamiku. Seperti biasa suamiku dan anak-anak sholat shubuh di
mesjid. Tinggal aku, Sarah dan Asih sholat berjama'ah di rumah. Pada halaman
terakhir aku membaca Al Matsurat, suamiku pun tiba. Akhirnya setelah kulipat
mukena dan kurapikan sajadah aku berdiri di hadapan suamiku yang sedang
duduk di tepi tempat tidur....

" Mas,... mas masih ngantuk ? mau tidur lagi ? ".
" Nggak kog,... mas nggak ngantuk, kenapa de' ? ".
" Mmhhh... ada yang mau ade' omongin sama mas... ".
" Iya,.. tentang apa de' ? ", tanya suamiku seraya menarikku untuk
duduk di hadapannya.
" Mmhh.. ini tentang Sarah mas,... ".
" Iya,.. ada apa memangnya sama Sarah ? ".

Akhirnya kuceritakan semua apa yang menjadi keinginan Sarah. Rasa
banggaku terhadap Sarah yang memiliki niat seperti itu. Persetujuanku
terhadap keinginannya, tapi juga sekaligus rasa khawatirku, rasa cemasku
akan putri tunggalku. Betapa aku amat mengasihinya dan aku tidak ingin ada
sesuatu hal buruk yang akan dialaminya kelak. Di satu pihak apa yang menjadi
keinginan Sarah patut untuk aku dukung, karena yang dilakukan Sarah hanyalah
untuk mencari ridhoNya semata, tak boleh aku menghalanginya dari jalan
Allah. Tapi di pihak yang lain aku khawatir bila nanti suaminya tidak bisa
berlaku adil atau rasa cemburu dari madunya akan menyakiti hatinya. Aku rasa
kekhawatiranku adalah hal yang wajar, karena waktu Fatimah mengadu kepada
Rasulullah SAW akan niat Ali ra yang hendak nikah lagi, Rasulullah pun
berkata bahwa apabila menyakiti hati Fatimah, itu sama halnya dengan
menyakiti hati beliau, karena rasa kasih sayang Rasulullah sangat besar
terhadap Fatimah. Tapi aku sungguh tersentuh dengan niat Sarah yang
subhanallah sangat mulia. Kutumpahkan semua uneg-uneg di hatiku pada
suamiku.

" De',... mas tahu,...ade' sayang sekali pada Sarah, begitu juga mas
", kata suamiku perlahan.
" Tapi de',... ade' tahu khan kalau Sarah itu bukan milik kita,
Allah cuma menitipkan Sarah ke kita. Alhamdulillah Allah mau memberikan
amanahNya pada kita, bukan cuma Sarah, tapi juga Fadhil, Yazid dan Zakly ".
" Mas bangga pada anak-anak, begitu juga mas bangga pada ade' yang
sudah berperan buat mentarbiyah mereka. Karena mereka semua nantinya harus
kita pertanggung-jawabkan kepada Allah. Nah,...sekarang misalnya ade' ada di
posisi Asma, sudah fisiknya lemah, sakit-sakitan, kesepian..., padahal dia
menginginkan untuk dapat berperan menjadi pendidik generasi yang dapat
menggantikan perjuangan generasi sebelumnya, dia juga menginginkan akan
adanya panggilan 'ummi' dari seorang anak yang lucu. Gimana coba ? ", tanya
suamiku dengan lembut.
" Dari cerita ade' tadi,...Asma sendiri yang usul supaya suaminya
nikah lagi, rasanya apa yang ade' khawatirkan insya Allah nggak akan terjadi
deh...Dia sudah rela suaminya menikah lagi, dia sudah ridho dan insya Allah
diapun akan memperlakukan Sarah dengan baik.. . Ade' juga tau khan kalau
Allah pasti memberikan yang terbaik, belum tentu apa yang menurut kita nggak
baik tapi sebenarnya itu justru baik menurut Allah, cuma Allah yang tahu ade
'...., kita tidak tahu apa-apa... ".

Sampai sini air mataku mulai menetes...Astaghfirullah...Ampuni aku
ya Allah,... aku terlalu melibatkan perasaan dan emosiku. Sarah hanyalah
milik-Mu, dan Engkau yang akan menjaganya... " Ade',..ade' inget khan kalau
rasa cinta kita terhadap keluarga, harta dan sebagainya tidak boleh melebihi
rasa cinta kita terhadap Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya ? ",tanya
suamiku.
Aku hanya mengangguk....
" Jadi insyaAllah kitapun akan mendapat ridho Allah, dari apa yang
dilakukan Sarah nanti...., karena kita dengan ikhlas menyetujui Sarah
menikah hanya karena kita juga sama-sama mencintai-Nya ".

Kami sama-sama terdiam sesaat. Kutarik nafas panjang...
" Mas,...", panggilku lirih.
" Ya sayang... gimana ? ", tanya suamiku,
" Iya mas...ade' sudah tenang sekarang,...kalau tadi meskipun ade'
setuju tapi tetap ada yang ganjal rasanya ".
" Kalau sekarang.. ? ", tanya suamiku.
" Ade' sekarang sudah ikhlas mas,... hati ade' sudah plong rasanya,
ade' sadar ada Allah yang akan menjaga Sarah, Sarah kan cuma milik Allah ya
mas ?? ".
" Nah,... gitu dong... insya Allah Sarah, Asma dan Farid bisa
membentuk keluarga sakinah, yang bisa mencetak generasi rabbani, kita
tinggal mendo'akan mereka saja de'...".
" Tapi mas,... ", kataku tertahan.
" Tapi kenapa lagi ? masih belum sreg juga ?
" Bukan begitu,... cuma mas kog kayanya begitu gampang memutuskan
masalah ini, kayanya mas sudah tau tentang ini sebelumnya ", kataku penuh
curiga.
" Mmmhhh... sebenernya sebelum ade' cerita tadi mas udah tau kog
de'... ", kata suamiku.
" Hah.... ?? ", tanyaku heran.
" Mmmhh.. sebelum mas ke Jakarta Farid dateng ke kantor mas, sudah
diskusi dengan mas... ".
" Lho.. ??? ".
" Iya,... Mas juga tahu siapa Farid itu, juga isterinya, tapi waktu
itu mas sorenya udah buru-buru mau berangkat mas pikir nanti saja pulang
dari Jakarta cerita ama ade', terus pas ade' lagi belanja sama Asih mas
interlokal dari Jakarta, yang ada di rumah Sarah, mas tanya sama Sarah.
Ternyata Sarah juga sudah tahu dari Yasmin, mungkin Asma sudah minta Yasmin
bilang ke Sarah, begitu de' ", penjelasan suamiku.
" Lho,.. Sarah kog nggak bilang kemaren sama ade' kalo mas
sebenarnya sudah ngomong sama Sarah duluan ?", tanyaku masih kebingungan.
" Iya,... mas bilang sama Sarah, supaya Sarah bilang sama ade' saja,
tanya pendapat ade' gimana gitu... . Khan nggak enak kalau tahu-tahu mas
udah langsung ngasih persetujuan duluan padahal ade' masih belum tahu
apa-apa", kata suamiku lagi.

Subhanallah....betapa suamiku sangat menghargai aku, dari dulu
suamiku tidak pernah mengambil keputusan sendiri dalam masalah rumah tangga,
selalu mengajakku untuk berunding terlebih dahulu.
" Tapi mas,...ade' masih mau tanya lagi nih.. ", kataku.
" Iya sayang,... kenapa lagi ? ".
" Tadi mas bilang kalau mas tahu bener siapa Farid itu, memang mas
sudah kenal sebelumnya sama Farid ? ".
" Mmmhh....mmmhh....", suamiku tidak menjawab hanya tersenyum saja.
Dan aku tahu apa itu artinya...suamiku tidak akan menjawab
pertanyaan semacam itu. Tapi akupun tahu sebesar apa kasih sayang suamiku
terhadap Sarah. Tidak mungkin rasanya suamiku membuat keputusan besar
seperti ini tanpa lebih dahulu menyelidiki bagaimana keluarga Farid dan
Asma.
" Yang penting de',... kita berdo'a aja untuk kebahagiaan mereka ",
ujar suamiku.
" Hhhmm... iya deh,... yang penting kita tinggal berdoa saja buat
mereka ", kataku.
" Terus mas ada lagi,.. berarti mas tahu dong kemarin pas ade'
gelisah soalnya ada yang mau ade' omongin sama mas, ya khan ?", tanyaku.
" Iya doonngg...., masa mas nggak tahu, khan ade paling nggak bisa
menyembunyikan sesuatu dari mas, meskipun sebenarnya ade' berusaha
nutup-nutupin juga... ".
" Berarti mas tau dong sebenarnya ade' pingin ngomong kemaren ? ",
tanyaku lebih gencar.
" Iya dong...tau dong....", kata suamiku sambil tertawa.
" Ih,... mas jahat,... nggak mau dibahas dari kemarin saja... mas
tau nggak, ade' tuh semalam nggak nyenyak bobonya,... pingin cepat-cepat
pagi biar cepat cerita sama mas... ", jelasku.
" Iya.... mas juga tahu, mas iseng saja... sekalian melatih
kesabaran ade'...", sambung suamiku masih tertawa.
" Mas jahat ih.... sudah tua masih suka iseng ngerjain isterinya...
", kataku berusaha untuk tidak ikut tersenyum.
" He.. he.... alaah de'.... mau ketawa aja pakai gengsi segala
sih.... ", kata suamiku sambil mengacak-ngacak rambutku. " Hhmmmm.... si
mas....", aku sudah kehabisan kata-kata.

Tiba-tiba suara pintu kamar diketuk dengan agak keras, aku sudah
hafal siapa lagi kalau bukan Zakly yang berani mengetuk seperti itu...
" Abi,... Ummi,.... pada mau pamitan nih.... ", teriak Zakly dari
luar.
" Hhmm....Zakly ya, ngomong agak pelanan khan bisa ", kataku sambil
membuka pintu kamar.
" He.. he.... abis tadi Sarah udah ngetuk tapi nggak dibukain
sih,..ya udah Zakly aja yang ngetuk lagi, katanya membela diri.
" Lho bi,... kog belum siap ?? nggak ke kantor hari ini ya.. ? ",
tanya Fadhil.
" Iya,... nanti agak siangan... ", jawab suamiku.
" Udah pada sarapan ? ", tanyaku.
" Udah dong.... khan kita sarapan sendirian.... ummi sama abi khan
masih di dalam kamar ", kata Zakly sambil sedikit memonyongkan bibirnya.
" Khan udah pada gede juga.... ", kataku sambil tertawa.
" Ya udah mi,... berangkat dulu nih.... ", kata Yazid sambil mereka
bergantian mencium tangan kami satu-persatu.
" Sarah,...berangkat ya mi... ", katanya sambil berbisik di
telingaku sambil mencium pipiku.
" Iya nak,... hati-hati ", lantas kupeluk Sarah agak erat. Sarah pun
membalas pelukanku dan sambil mengusap kerudungnya aku seraya berbisik bahwa
aku ikhlas menyetujuinya. Kulihat mata Sarah berkaca-kaca....
" Woow... Sarah pamit ke ummi aja sampai kaya gitu, kaya di
film-film telenovela aja ", goda Zakly.
" Udah ah,... kamu khan nggak tahu ", balas Sarah.
" Lho memangnya ada apa sih mi... ? ", tanya Fadhil.
" Udah,... sekarang berangkat saja kalian, udah siang lho nanti
malam saja kita bahas... ", kata suamiku.
" Lho... emang ada apa... ?? ", tanya Zakly lagi.
" Udah.... berangkat sana.... ingat Zakly kalau naik motor jangan
ngebut....terus kalian kalau jajan jangan sembarangan, sekarang lagi musim
macam-macam penyakit ", kataku mulai lagi dengan segala pesan-pesan.
" Yah,.... ummi balik lagi dah... padahal kemarin udah anteng, udah
diem ya mas Yazid ? ", kata Zakly.
" Iya nih ummi... habis abi sudah pulang sih...", timpal Yazid.
" Iya,... balik lagi deh berisiknya ", tambah Zakly.
" Zakly,... kog ngomong gitu sama umminya.. ", kataku.
" Afwan mi,.. becanda mi.... ", kata Zakly sambil memeluk bahuku.
" Hhmmm... udah ah,..pada terlambat lho nanti... ".
" Assalamu'alaikum....", kata mereka berbarengan.
" Wa'alaikumussalam...".

Aku antar mereka sampai depan rumah. Sambil menikmati hangatnya
sinar mentari pagi di teras depan, aku termenung,....alhamdulillah aku
bahagia ya Allah atas segala nikmat-Mu. Lindungilah mereka Ya Allah,
tuntunlah selalu langkah-langkah mereka, penuhilah hati dan cinta mereka
hanya dengan iman dan takwa kepada-Mu semata....

Rabbanaa hablanaa min azwajinaa wadzurriyaatinaa qurrota
'ayun waj'alnaa lil muttaqiina imaama...
Amiin Ya Rabbal 'aalamiin....


24 DZULHIJJAH 1416 H