Tulisan dibawah ini adalah materi tausiyah pada channel Mushola (IRC-Efnet)
Dua atau tiga hari yang lalu di # ini terjadi diskusi yang menarik dan
seru antara akh Adit dan akh Fahmi tentang pernikahan, tema ini sering
menjadi topik yang hangat terlontar di #, karena tema pernikahan
atau membentuk rumah tangga islami adalah masalah yang selalu hangat dibicarakan
dan bahkan harus dibicarakan! Tentunya jangan hanya dibicarakan dan
difikirkan tapi di laksanakan …. InsyaAllah.
Dalam Islam pernikahan itu mempunyai nilai yang sangat suci, agung
dan sakral.
Ijab kabul sebagai transaksi pernikahan merupakan ucapan yang ringan
dilafalkan tapi berat sekali tanggung jawabnya.
Allah sendiri menyebut ijab kabul itu sebagai ‘ikatan yang kuat/kokoh’
(Mitsaqon Gholizho).
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. 4:21).
Dalam AlQur’an Allah hanya dua kali menggunakan istilah perjanjian yang kuat ini, pertama untuk pernikahan dan kedua untuk perjanjian dengan bani Israil (di masa Nabi Musa As):
Dan telah kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka: "Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud",dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (QS. 4:154).
Setelah Ijab Kabul terucapkan, maka konsekwensinya:
1. Halal lah apa yang tadinya haram. Jangankan berpegang-pegangan,
saling pandang-pandangan saja sebelum menikah antara 2 jenis kelamin dilarang
oleh Islam. Tapi setelah ijab kabul, maka lenyaplah tabir tsb.
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. 2:223)
2. Terjadilah pemindahan tanggung jawab seorang wanita dari orang tua/wali
ke suaminya. Sebelum menikah segala tanggung jawab seorang anak terletak
di pundak Ayahnya, setelah menikah maka kewajiban tsb berpindah ke suami.
Suami harus memenuhi segala kebutuhan lahir bathin istri. Suami yang akan
di minta pertanggung jawabannya di akhirat kelak bagaimana ia mendidik
istri dan anak-anaknya. Seperti Hadist yang diriwayatkan oleh Hakim:
Manusia yang paling besar tanggung jawabnya kepada wanita ialah suaminya.
3. Keihlasan seorang wanita dipimpin oleh suami dan taat pada suami.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. 4:34)
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW beliau bersabda, seandainya aku boleh menyuruh orang untuk bersujud kepada seseorang, niscaya aku menyuruh seorang istri bersujud kepada suaminya. (HR Turmudzi).
Dari Ummu Salamah ra. Berkata, Roaulullah bersabda: setiap istri yang meninggal dunia sedangkan suaminya meredhoinya, niscaya ia masuk surga (HR Turmudzi)
Pernikahan dalam rangka membentuk rumah tangga yang islami merupakan
basis penting dalam perjalanan pembangunan ummat. Rumah tanga merupakan
organisasi terkecil yang bisa menjadi gambaran mikrokondisi sebuah masyarakat.Ia
juga merupakan pijakan kedua setelah pembinaan individu muslim, dan wadah
praktis untuk pengamalan-pengalaman syariat Islam secara berkelompok dan
terorganisasi.
Fungsi-fungsi dalam rumah tangga yang teratur dan terstruktur rapi
disertai semangat amanah dan tanggung jawab masing-masing anggotanya akan
menciptakan kondisi yang tentram dan di ridhai Allah SWT.
Jika suami sebagai qawwam (pemimpin) dan istri sebagai ribatul bait
(pengatur ) rumah tangga menyadari amanat tsb akan dipertanggung jawabkan
di akhirat, maka kecermelangan rumah tangga yang samara (sakinah, mawaddah,
rahmah) menjadi niscaya adanya..
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Mawaddah dalam ayat diatas lebih berkonotasi ke fisik, tidak hanya masalah kecantikan istri, ketampanan suami, kemolekan tubuh, tapi juga menyangkut tingkat sosial, ekonomi, pendidikan dan peradaban. Karena Islam juga memandang faktor ke-sekufu-an (selevel) merupakan salah satu faktor kebahagiaan rumah tangga. Semakin jauh perbedaan latar belakang kesekufuan ini akan sering terjadi culture schok yang dapat menimbulkan perselisihan/percekcokan. Tapi bukan berarti Islam melarang pernikahan antar si kaya dengan si miskin. Dalam sejarah sahabat, hal ini terjadi pada kasus pernikahan sahabiyah Zainab dengan Zaid yang Allah abadikan di dalam surat Al Ahzab (33) ayat 37.
Sedangkan Rahmah pada surat Ar Rum 21 diatas, adalah faktor kasih sayang yang bersifat batiniyah, menyangkut kepahaman terhadap Dien (agama), keimanan, akhlak, selera dan ideologi. Dan faktor-faktor ini sangat penting.
Pilihlah yang utama berdasarkan Diennya. Seperti hadist yang telah ita sering dengar: Wanita itu dinikahi karena 4 perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan Dien nya. Maka dapatkan lah wanita yang memiliki Dien (H.R Bukhari).
Bagaimana kita “menilai” calon pasangan agar bisa diketahui apakah pas
secara mawaddah dan cocok secara rahmah?
Saat ini masih banyak muslim melakukan taaruf (perkenalan) dalam rangka
penilaian calon pasangannya itu dengan cara budaya yang non-Islami: BERPACARAN.
Mungkin dengan pacaran akan diperoleh data-data yang diperlukan, tapi karena
ini bukan dari Islam, maka harus dihindari, dan biasanya dalam masa berpacaran
tsb, yang ditampilkan oleh masing-masing adalah sifat yang baik-baiknya
saja. Banyak kejadian (apalagi di Jerman) dua orang yang telah bertahun-tahun
berpacaran, tapi setelah menikah beberapa saat kemudia bercerai dengan
alasan tidak cocok..
Jadi bagaimana yang islami?
Allah telah memberikan solusinya, dalam surat Annur ayat 32
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32).
Ayat ini dikhususkan oleh orang-orang yang telah menikah. Nikahkanlah
….. berarti disini Allah sedang berbicara kepada orang-orang
yang telah menikah. Dan mereka ini merupakan mediator untuk menciptakan
media taaruf yang islami.
Di masa tempo doeloe, antar orang tua telah saling menpersiapkan diri
untuk saling menjodohkan anak-anaknya. Pada jaman sekarang cara tsb
akan dianggap kolot, feodal dan menghalangi kebebasan.
Sebenarnya ketidak cocokan ini karena adanya kesenjangan pemahaman,
bila pihak orang tua maupun anak ada keterbukaan, dan anak didik oleh orang
tua dengan nilai-nilai Islam sejak awal, maka anak akan percaya penuh terhadap
pilihan orang tua. Selain orang tua, guru ngaji atau teman yang dapat
dipercaya yang berakhlak baik dan sudah menikah dapat sebagai mediator.
Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang di tuduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (yaitu surga). (QS. 24:26)
Dalam ayat diatas Allah telah memilihkan wanita-wanita yang baik untuk
laki-laki yang baik, oleh sebab itu bagi yang ingin cepat menikah, maka
harus meningkatkan terus nilai keimanannya agar mendapatkan sesuai dengan
kualitas dirinya. Itu janji Allah.
-------------------------
Pada tazkiroh pekan lalu telah disampaikan pengantar mengenai pernikahan ditinjau oleh sudut pandang Islam. Sebelum kita meminta “mediator” untuk mencarikan pasangan hidup kita, cobalah kita renungkan pertanyaan berikut:
Rumah tangga macam apa yang akan kita bangun?
Di bawah ini ada beberapa contoh rumah tangga yang ada di sekitar kita (bisa ditambahkan lagi dan silakan dipilih mana yang cocok):
1. Rumah tangga Bisnis:
Pada awal dibinanya rumah tangga ini telah dihitung-hitung berapa keuntungan
materi yang akan diperoleh, bila aku menikah dengan si fulan, berapa tabunganku
akan bertambah saat menikah dan setelah menikah. Apa pasanganku nanti
dapat menambah hartaku atau malah akan mengurangi. Dan bila kami
nanti punya anak, berapa anak yang kira-kira dapat menguntungkan
usaha yang kami jalankan saat ini dst. Rumah tangga seperti ini banyak
sekali ditemukan di negara Barat yang hanya berfikir pada materi.
Allah telah berfirman:
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah itu yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga). (QS. 34:37)
2. Rumah tanga “Barak”:
Yang terdengar dari rumah tangga ini hanya perintah-perintah atau komando-komando
layaknya jendral kepada kopralnya. Bila si kopral tidak melaksanakan
atau lalai menjalankan tugas, maka konsekwensinya adalah hukuman,
baik berupa umpatan atau bahkan pukulan. Di sini tidak ada
suasana dialogis yang mesra, anggota keluarga yang berperan sbg kopral,
selalu merasa tertekan dan takut bila ada sang jendral di rumah, dan selalu
berdoa dan berharap agar sang jendral segera berlalu keluar rumah..
3. Rumah tangga “Arena Tinju”:
Bila suami dan istri merasa memiliki derajat, kekuatan dan posisi yang
setara serta pendapatnya lah yang benar dan harus terlaksana.
Bila ada perbedaan dan salah faham sedikit saja, maka digelarlah “pertandingan”
yang dapat berupa, baku cekcok, baku hantam atau baku UFO (piring terbang).
Masing-masing berusaha membuat KO lawannya dengan berbagai taktik.
Tidak ada kata damai sebelum salah satunya menyerah.
4. Rumah tangga islami:
Didalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik individu maupun seluruh
anggota. Mereka berkumpul dan mencintai karena Allah, saling menasehati
kejalan yang maruf dan mencegah dari kemunkaran. Setiap anggota betah
tinggal didalamnya karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Rumah tangga
yang menjadi panutan dan dambaan ummat yang didalamnya selalu ditemukan
suasana sakinah, mawaddah dan rahmah.
Merupakan surga dunia, seperti yang sering kita dengar, Rasul pernah
bersabda:
Baiti jannati! Rumahku adalah surgaku.
Rumah yang dimaksud di sini tentunya bukan bangunan fisiknya yang bak
istana dengan taman yang luas dan kolam renangnya, tapi rumah disini adalah
rumah tangga “ruh” dari rumah tsb.
Apa ciri-ciri rumah tangga islami tsb:
a. Didirikan atas dasar ibadah
Rumah tangga didirikan dalam rangka ibadah kepada Allah, dari
proses pemilihan jodoh, pernikahan (akad nikah, walimah) sampai membina
rumah tangga jauh dari unsur kemaksiatan atau yang tidak islami.
Sebagaimana tugas kita di muka bumi ini yang hanya untuk mengabdi/beribadah
kepada Allah, maka pernikahan ini pun harus diniatkan dalam rangka tsb.
Beberapa contoh yang tidak islami, pemilihan jodoh tidak berdasarkan
Diennya (agamanya), Proses berpacaran, pemilihan hari ”baik” untuk acara
pernikahan, sebelum akad nikah ada acara widodareni atau mandi air kembang
dan dalam acara walimahan ada upacara (adat) injak telur dan buang-buang
beras (saweran).
b. Terjadi internalisasi nilai Islam secara kaffah (menyeluruh).
Dalam rumah tangga islami segala adab-adab islam dipelajari dan
dipraktekan sebagai filter bagi penyakit moral di era globalisasi ini.
Suami bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan keislaman dari
istri, dan bersama-sama menyusun program bagi pendidikan anak-anaknya.
Saling tolong-menolong dan saling mengingatkan untuk meningkatkan kefahaman
dan praktek ibadah. Oleh sebab itu suami dan istri seharusnya
memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang Islam.
c. Terdapat Qudwah (keteladanan)
Qudwah (keteladanan) suami atau istri yang dapat dicontoh oleh anak-anak.
Setiap hendak keluar atau masuk rumah anggota keluarga membiasakan
mengucapkan salam dan mencium tangan, merupakan contoh yang akan membekas
pada anak-anak sehingga mereka tidak canggung mengucapkan salam ketika
telah dewasa.
Bagaimana mungkin anak akan menegakkan sholat diawal waktu, sementara
orang tuanya asik melihat TV pada saat azan berkumandang (ini contoh yang
buruk).
Keluarga islami merupakan contoh teladan di lingkungannya, selalu nilai-nilai
positif saja yang terlontar dari para tetangganya bila membicarakan rumah
tangga ini. Hal ini bisa terjadi bila adanya contoh-contoh
yang islami dilakukan serta silaturahmi ke tetangga yang intensif.
d. Adanya pembagian tugas yang sesuai dengan syariat.
Islam memberikan hak dan kewajiban masing-masing bagi anggota keluarga
secara tepat dan manusiawi. Seperti yang tercantumkan dalam Firman Allah:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi
orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS. 4:32).
Suami atau istri harus faham apa kewajiban dan haq nya, sehingga tidak
terjadi pertengkaran karena masing-masing hanya menuntut haknya terpenuhi
tanpa melakukan kewajibannya. Islam telah mengatur keseimbangan haq
dan kewajiban ini, apa yang menjadi kewajiban suami adalah haq istri, dan
begitu pula sebaliknya. Kewajiban suami tidak bisa dilakukan secara
optimal oleh istri, begitu pula sebaliknya.
e. Tercukupnya kebutuhan materi secara wajar
Suami harus membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya,
karena itu salah satu tugas utamanya. Seperti yang tercantum dalam
Al Quran surat Al Baqarah 233:
…… Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para
ibu dengan cara yang ma'ruf.
f. Menghindari hal-hal yang tidak islami
Banyak kegiatan atau barang-barang yang tidak islami harus disingkirkan
dari dalam rumah, misalnya penghormatan kepada benda-benda keramat, memajang
patung-patung, memasukkan ke rumah majalah/koran/Video atau saluran internet
dan TV (ini yang susah) yang tidak islami, bergambar mesum dan adegan kekerasan,
memperdengarkan lagu-lagu yang tidak menambah keimanan.
g. Berperan dalam pembinaan masyarakat:
Keluarga islami harus memberikan kontribusi yang cukup bagi perbaikan
masyarakat sekitarnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 16:125)
Kita tidak bisa hidup sendirian terpisah dari masyarakat. Betapapun
taatnya keluarga tsb terhadap norma-norma ilahiyah, apabila sekitar lingkungannya
tidak mendukung, pelarutan nilai akan lebih mudah terjadi, terutama pada
anak-anak.
Oleh sebab itu setiap anggota keluarga islami diharuskan memiliki semangat
berdawah yang tinggi, sesuai dengan profesi utama setiap muslim adalah
dai.
Suami harus dapat mengatur waktu yang seimbangan untuk Allah SWT (ibadah
ritual), untuk Keluarga (mendidik keluarga serta bercengkrama bersama istri
dan anak-anak), waktu untuk ummat (mengisi ceramah, mendatangi pengajian,
menjadi pengurus mesjid, panitia kegiatan keislaman) dan waktu mencari
nafkah. Begitu pula dengan istri harus diberi kesempatan untuk
bekiprah di jalan dawah ini memperbaiki muslimah disekitarnya.
Bila pemahaman keislaman antara suami dan istri sekufu, maka tenaga
untuk melakukan manuver dawah keluar akan lebih banyak, karena suami tidak
perlu menyediakan waktu yang terlalu banyak untuk mengajari istrinya.
Begitu pula istri mendukung dan memperlancar tugas suami dengan ikhlas.
Dan orang-orang yang berkata: "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 25:74)
Kita dapat membaca sebagai referensi rumah tangga islami yang telah di contohkan oleh Rosul SAW dan para sahabatnya. Masih banyak yang harus kita pelajari!
----------------------------
MENGAPA MENUNDA PERNIKAHAN?
Rosulullah pernah berkata kepada Ali ra: Hai Ali, ada 3 perkara yang jangan kamu tunda-tunda pelaksanaannya, yaitu shalat apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah siap penguburannya, dan wanita bila menemukan pria sepadan yang meminangnya (HR. Ahmad)
Kalau kita tanya seseorang pemuda/pemudi, mengapa belum menikah?
Maka jawabanya antara lain:
1. Masih kuliah/menuntut ilmu
Dikhawatirkan bila menikah akan mempengaruhi prestasi belajar dan mempengaruhi
persiapan masa depan.. Hal ini sesungguhnya tergantung dari manajemen
waktu, waktu yang biasanya dipakai untuk hura-hura setelah waktu kuliah,
diganti dengan mencari nafkah atau bercengkrama dengan keluarga.
Disisi lain, bisa menghemat sewa kamar (kost-kost an), dapat
saling membantu mengerjakan tugas (kalau satu bidang studi) atau dapat
memperluas wawasan diskusi interdisipliner misalnya suami studi ilmu
komputer dan istri akutansi maka diskusi komputasi akutansi akan nyambung,
atau biologi dengan kimia diskusi tentang biokimia.
2. Bila menikah akan terkekang
tidak bisa bebas lagi, tidak bisa kongkow-kongkow di mal setelah pulang
kuliah atau kerja, bertambah beban tanggung jawab untuk memberi nafkah
istri dan anak.
Sedangkan Rosul bersabda: "Bukan golonganku orang yang merasa khawatir
akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah"
(HR Thabrani)
3. Belum siap dalam hal materi/rezeki.
Banyak yang beranggapan kalau mau menikah harus siap materi, yang berarti
harus punya jabatan yang mapan, rumah minimal BTN, kendaraan dll, sehingga
bila belum terpenuhi semua itu, takut untuk „maju“. Sedangkan Allah
menjamin akan memberikan rizki bagi yang menikah seperti dalam firmanNYA:
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang
yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32).
Rasulullah SAW bersabda :
"Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan
berkeluarga) "
(HR Imam Dailami dalam musnad Al Firdaus).
4 Tidak ada/belum ada jodoh
Masalah memilih jodoh telah di jelaskan pada tazkiroh 2 pekan yang
lalu, dibawah ini adalah pesan Rosul SAW:
Imam Thabrani meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah
SAW bersabda :
"Barang siapa menikahi wanita karena kehormatannya (jabatan) ,
maka Allah SWT hanya akan menambah kehinaan; barang siapa menikah karena
hartanya, maka Allah tidak akan menambah kecuali kefakiran; barang siapa
menikahi wanita karena hasab (kemuliaannya), maka Allah hanya akan menambah
kerendahan. Dan barang siapa yang menikahi wanita karena ingin menutupi
(kehormatan) matanya, membentengi farji (kemaluan) nya, dan mempererat
silaturahmi, maka Allah SWT akan memberi barakah-Nya kepada suami-istri
tsb"
Imam Abu Daud & At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda
:
"Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak
wanita yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (dari
pada wanita kaya & cantik tapi tidak taat beragama)"
Bukan berarti Rasulullah SAW mengabaikan penampilan fisik dari pasangan
kita, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
"Kawinilah wanita yang subur rahimnya dan pecinta " (HR Abu Daud, An
Nasai & Al Hakim)
"Tiga kunci kebahagiaan suami adalah: istri yang solehah: yang jika
dipandang membuat semakin sayang, jika kamu pergi membuat tenang karena
bisa menjaga kehormatannya dan taat pada suami"
4.Mungkin masih ada alasan lainya, yang tidak akan dibahas disini misalnya:
- Karena kakak (apalagi wanita) belum menikah
- Karena orang tua terlalu selektif memilih calon mantu.
- dll
Manfaat menikah di usia muda:
1. Menjaga kesucian fajr (kemaluan) dari perzinaan serta menjaga pandangan
mata. (QS 24: 30-31)
2. Dapat melahirkan perasaan tentram (sakinah) cinta dan kasih sayang
dalam hati. (QS 30:21).
3. Segera mendapatkan keturunan, dimana anak akan menjadi Qurrata A’yunin
(penyejuk mata, penyenang hati) (QS 25:74)
4. Memperbanyak ummat Islam.
Kemuliaan menikah:
"Barang siapa menggembirakan hati istri, (maka) seakan-akan menangis
takut kepada Allah.
Barang siapa menangis takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya
dari neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka
Allah memperhatikan mereka berdua
dengan penuh rahmat. Manakala suami merengkuh telapak tangan istri
(diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela
jarinya." (HR Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Al-Khudzri
r.a.)
Juga dapat ditambahkan, bahwa Islam memberi nilai yang tinggi bagi siapa
yang telah menikah, dengan menikah berarti seseorang telah melaksanakan
SEPARUH dari agama Islam!, tinggal orang tsb berhati-hati melaksanakan
yang separuhnya lagi agar tidak sesat. Rosul SAW bersabda:
Barang siapa menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya, karena
itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya
lagi (HR Al Hakim).
Kehinaan melajang/membujang:
"Orang yang paling buruk diantara kalian ialah yang melajang(membujang).
dan seburuk-buruk mayat (diantara) kalian ialah yang melajang (membujang)"
(HR Imam, diriwayatkan juga oleh Abu Ya'la dari Athiyyah bin Yasar)
Itulah yang dapat saya sampaikan kali ini, silakan baca buku tentang
pernikahan atau keluarga islami yang banyak dijual, antara lain:
Cahyadi Takariawan: Pernik-Pernik Rumah Tangga Islami
Muhammad Fauzil Adhim: Kupinang Engkau dengan Hamdalah
Mustaghfiri Asror: Hak dan kewajiban suami istri
Sholih Al Fauzan: Pemuda Islam di seputar Persoalan yang dihadapi.
Sebagai penutup, silakan pertanyaan di bawah ini dijawab
di dalam hati saja:
.
MENGAPA SAYA MENUNDA MENIKAH ?
.
bila ada salah kata mohon dimaafkan
yang benar itu pasti datangnya dari Allah SWT
wabilahi taufik wal hidayah
wassalamualaikum
mpp