sumber sahid EDISI 07/XI NOP 1998 JENDELA KELUARGA | MAR'AH

Peran Profesional Ibu Rumah Tangga

Sudah waktunya mengubah retorika jadi kenyataan. Harga seorang Ibu bagi sebuah bangsa lebih penting dari profesi apa pun di muka bumi.

Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kaum perempuan negara kita umumnya hanya memiliki satu macam profesi; yaitu menjadi istri dan ibu yang baik di rumah. Kondisinya sudah jauh berbeda dengan sekarang, di mana bagi hampir setiap perempuan telah tersedia dua alternatif profesi; menjadi ibu rumah tangga atau berkarya langsung di tengah masyarakat.

Ternyata, pilihan kedua mendapat sambutan baik di mana-mana. Lingkungan mendukung, media massa pun menyanjung. Akibatnya, lambat laun tumbuh opini yang mengurangi nilai pada alternatif pertama. Semakin hari kian banyak perempuan yang merasa kecewa, malu, atau setidaknya rendah diri hanya karena mereka menjalani profesi sebagai ibu rumah tangga.

Urusan domestik rumah tangga dianggap orang urusan sepele, remeh dan tak berharga. Lihat saja betapa murah orang harus membayar baby sitter yang merawat dan mengasuh bayi sepanjang hari. Apalagi harga seorang pramuwisma. Sungguh ini menggambarkan betapa rendah dan hinanya orang memandang urusan domestik.

Pantas, jika ini membuat rendah diri kaum muslimah yang terpaksa harus menjalani profesi ibu rumah tangga. Masyarakat memandang mereka sebagai "biasa-biasa saja". Keluarganya sendiri lupa memberikan pujian dan penghargaan, sementara dari diri sendiri tak ada upaya peningkatan kualitas pribadi, sehingga kloplah semua itu menjadikan citra ibu rumah tangga terpuruk dalam pojok-pojok kehidupan yang pengap.

Entah, siapa yang pertama kali mesti disalahkan. Masyarakat mungkin juga salah, namun tak menutup kemungkinan kesalahan berasal dari kaum ibu rumah tangga sendiri, yang kurang mampu memberikan nilai tambah pada peran domestik mereka, selain hanya sebagai tukang masak, tukang cuci, dan tukang setrika. Ditambah melahirkan dan merawat anak. Usai melakukan tugas-tugas rumah tersebut, kebanyakan mereka manfaatkan waktu luang untuk hal-hal kurang bermanfaat, seperti ngobrol, jalan-jalan di swalayan, tiduran atau bahkan saling mencari kutu rambut dengan tetangga.

Akibatnya, orang menilai bahwa untuk pekerjaan rumah tangga hanya diperlukan orang dengan kemampuan seadanya saja. Setiap wanita bisa melakukannya, tanpa pendidikan sekalipun. Kalau begini saja sudah cukup, lantas buat apa wanita harus berpendidikan tingi-tinggi?

Semestinya, dan ini baru mulai disadari oleh sedikit saja kaum perempuan, potensi diri untuk menyelesaikan urusan domestik ini harus terus diasah. Potensi sumber daya manusia(SDM)-nya ditingkatkan. Masih begitu banyak nilai tambah yang perlu dihasilkan. Apa yang bisa kita lakukan untuk keperluan itu?

Bukan Sekedar Tukang Sapu

Sesepele apakah sebenarnya urusan rumah tangga itu? Umumnya para suami baru akan merasakan pentingnya urusan ini setelah istri mereka terpaksa meninggalkan rumah. Ketika istri harus masuk rumah sakit, atau harus bepergian selama berhari-hari, dan pekerjaan rumah tangga lantas terbeban ke pundak suami, barulah mereka sadar betapa repotnya menyelesaikan urusan yang mereka anggap remeh itu.

Secara umum, membersihkan rumah memang sebuah pekerjaan mudah. Untuk menjadi penjaga kebersihan, seseorang tak perlu mengejar titel sarjana lebih dulu. Namun, persoalannya akan menjadi lain jika urusan ini diprofesionalkan.

Keindahan dan citra seni harus ikut dipertimbangkan sebagai nilai tambahnya. Dan, ini akan menjadi masalah besar manakala orang yang menanganinya tak memiliki kreativitas tinggi. Rumah besar, rumah kecil, semua sama rumitnya.

Satu hal yang sering dilupakan orang, bahwa masalah kebersihan dan keindahan rumah memberikan dampak psikologis yang cukup besar kepada penghuninya. Menyejukkan pandangan, itu salah satu manfaat langsungnya. Dari sana akan tercipta ketenteraman hati dan kedamaian perasaan. Pikiran yang semula panas dan ruwet ketika masuk rumah bisa menjadi dingin dan tenang.

Jangan lupa, indra penciuman dan penglihatan turut memberikan kontribusi ke otak. Pemandangan sejuk indah dan bau yang harum akan merangsang otak untuk berinspirasi. Banyak ide brilian yang dimunculkan otak karena dukungan lingkungan yang indah dan bersih. Sebaliknya suasana kotor dan pengap justru membuat otak sumpek dan berhenti berpikir, bahkan cenderung mempermudah munculnya amarah.

Dampak psikologis lain dari masalah kebersihan dan keindahan rumah adalah pengaruhnya yang akan turut membentuk karakter penghuni rumah. Anak-anak yang dibesarkan di rumah yang sehari-harinya bagai kapal pecah kelak akan memiliki karakter seperti kapal pecah pula. Tidak pandai menghargai keindahan. Dan ini bisa terbawa dalam cara ia berpikir, bekerja, hingga kelak berkeluarga.

Pekerjaan teknis rumah tangga ini bisa menjadi rutinitas belaka jika ibu tak mampu menampilkan kreasinya. Ibu yang kreatif dan profesional tak akan menyerah pada keterbatasan dana. Ada saja jalan yang ditemukannya sendiri guna menciptakan suasana rumah yang damai dan penuh keindahan.

Nah, nilai tambah yang akan ibu berikan di sini tentu butuh perencanaan, butuh waktu dan tenaga untuk merealisasikannya. Dan jika ibu serius dengan urusan ini, maka nilai nominalnya tak kalah dengan mereka yang peroleh gaji dari pekerjaannya di luar rumah.

Rumah yang mampu menyejukkan mata dan hati penghuninya, yang berfungsi sebagai tempat istirahat bahkan juga sebagai tempat hiburan, sungguh akan menjadi motivator yang sangat baik bagi penghuninya untuk berkarya. Sayang, harga sebuah motivator seperti ini memang belum pernah disetarakan dengan uang. Harga kebersihan dan keindahan rumah masih sering diabaikan. Padahal jika hotel, resor, maupun tempat-tempat persewaan rapat yang menawarkannya, maka dua hal ini akan dihargai jutaan rupiah!

Nilai Tambah Pendidikan Anak

Apakah anda merasa merawat bayi itu merupakan hal yang mudah? Mengganti popoknya ketika dia pipis, menimangnya agar diam dari tangis dengan kata-kata yang berakhlak, apakah itu pekerjaan yang remeh? Tentu saja tidak. Kedua hal itu adalah upaya ibu memberikan rasa aman kepada bayi. Hanya bayi yang memiliki rasa amanlah yang akan mampu mengembangkan kepribadian yang baik pada dirinya kelak, hingga dewasa.

Tersenyum dan mengajak mereka tertawa, pun sepintas nampak seperti kegiatan tanpa arti. Namun sadarkah ibu bahwa otak anak akan berkembang karenanya? Perkembangan otak manusia, yang mencapai 50% hingga usianya yang kelima, terbentuk dari sambungan antara saraf-saraf yang mengisinya. Kualitas sambungan ini, akan menentukan kualitas otak seseorang.

Menurut para ahli, ternyata kualitas sambungan tersebut sangat dipengaruhi oleh kebahagiaan yang dialami anak. Nah, ketika ibu mengajak tersenyum, ibu telah membahagiakan mereka, berarti mengembangkan otaknya. Para ahli juga menyimpulkan, bahwa bayi yang tak pernah diajak berkomunikasi dan tersenyum akan mengalami keterbelakangan? bahwa semakin banyak kebahagiaan yang diperoleh balita berarti semakin baik perkembangan otak mereka.

Sungguh harga perkembangan otak manusia tak bisa dinilai dengan uang. Manfaatnya yang begitu vital bagi kehidupan manusia nyaris sama harganya dengan nyawa manusia itu sendiri. Dan berapakah harga sebuah nyawa? Apalagi jika pemilik nyawa itu berotak brilian, mungkin seluruh isi bumi inipun tak cukup untuk mengganti harganya.

Artinya, harga sebuah senyuman yang ibu berikan kepada balita bisa mencapai puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu rupiah, kalau mau dinilai dengan uang. Atau mungkin jutaan hingga milyaran rupiah. Bisakah dibandingkan dengan gaji berkarir yang hanya ratusan ribu atau jutaan rupiah per bulannya?

Itu baru persoalan senyum. Tak terhitung banyaknya nilai tambah yang bisa ibu berikan untuk sang buah hati dalam bidang pengasuhan dan pendidikan.

Menyuplai ASI secara penuh selama dua tahun pertama kehidupan anak, misalnya, pun memberikan kontribusi tak ternilai harganya bagi kesehatan anak dan nilai ekonomis keuangan keluarga. Minimal tak memerlukan puluhan ribu rupiah yang harus dibayar untuk penyediaan susu formula bayi per bulannya. Lebih jauh lagi menghemat biaya pengobatan karena bayi lebih sehat. Dan yang paling tak ternilai dengan rupiah adalah kenyataan bahwa ASI memberikan dampak psikologis terbaik bagi anak, yang akan mempengaruhi pertumbuhan kepribadiannya.

Nilai tambah lain bisa ibu berikan dengan keahlian ibu dalam memberikan pendidikan membaca lebih dini, misalnya. Atau keahlian meningkatkan ingatan penglihatan, ingatan pendengaran, empati anak, penguasaan emosi diri yang baik, hingga kesadaran berakhlak mulia sedini mungkin.

Jika ini dilakukan, kualitas anak akan jauh lebih baik nantinya. Masalahnya, hanya ibu yang memiliki kesadaran, kefahaman, serta kemampuan memadai sematalah yang mampu memberikan nilai tambah ini bagi putra-putrinya. Bagaimana dengan kita?

Peningkatan profesionalisme: bagaimana caranya?

Bagaimana dengan pandangan masyarakat bahwa kaum ibu rumah tangga cenderung abai pada masalah lingkungan dan masyarakatnya? Kenyataannya, memang masih begitu banyak ibu yang tak ambil peduli situasi politik negaranya, acuh pada kondisi lingkungan rumahnya, dan membebek saja dengan apa yang terjadi di lingkungannya, tanpa mengambil peran aktif di dalamnya. Atau justru mengambil peran sebagai pemberi kritik pedas pada kondisi sosial yang merugikan, tetapi hanya sebatas gerutuan dan omelan.

Tahap pertama yang mesti dilakukan kaum ibu dalam meningkatkan nilai tambah pada peran sosialnya adalah dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai kondisi masyarakat dan lingkungannya. Fasilitas bukan masalah, karena hanya dengan sebuah radio transistor mungil pun berita dunia sudah dapat disimak. Apalagi yang memiliki parabola serta internet.

Kedua, ibu mengolah informasi yang masuk menjadi bekal untuk meningkatkan cakrawala pengetahuan dan pemahaman terhadap beraneka permasalahan. Berikut juga mengupayakan muncul ide-ide untuk turut mencari solusinya.

Ketiga, mengkaryakan diri secara aktif bagi mereka yang memiliki kesempatan. Forum majelis taklim dan PKK adalah contoh sederhana. LSM pun bisa menjadi alternatif yang lebih jauh. Dengan cara ini, akan sangat banyak kontribusi yang bisa diberikan seorang ibu rumah tangga bagi negara dan bangsanya. Dapat dijadikan contoh adalah peran ibu-ibu rumah tangga di Jepang, di mana mereka membentuk sebuah LSM, ternyata suara mereka sangat diperhitungkan oleh pemerintah. Ini karena solid dan nyatanya kiprah mereka, sehingga keberadaan mereka dirasakan adanya oleh masyarakat.

Bagi mereka yang belum sempat menjadi ibu, semestinya mencari bekal ilmu terlebih dahulu mengenai bagaimana cara menjadi ibu rumah tangga yang profesional. Di luar negeri sudah banyak lembaga yang membuka pendidikan atau kursus 'parenting' atau 'kerumahtanggaan' semacam ini, yang menjadikan kader mereka ahli dalam membina rumah tangga.

Di Indonesia ada sekolah kejuruan yang mendalami kerumahtanggaan. Tapi banyak yang menilai, hasilnya sekedar menciptakan ahli masak, ahli menjahit, namun tetap belum memahami hakikat sebuah pernikahan dengan segala permasalahannya.

Kini sudah waktunyalah ibu rumah tangga dipandang sebagai profesi yang membutuhkan keahlian tinggi. Bukan hanya sekadar dalam retorika, tapi usaha ke arah itu pun seyogyanya kita galakkan. Hari ini juga.·