Suara Hidayatullah On-Line, EDISI 10/XI PEB 1999 JENDELA KELUARGA TARBIYAH

'Berdiskusi' dengan Balita

Si kecil Tia memperhatikan ibunya yang sedang asyik memasak. Sembari mempermainkan sayuran wortel di tangan, mulut mungilnya tak henti-henti berceloteh. Mulanya, tiap jenis sayuran dan bumbu yang ada dalam kantong belanjaan ibu dibongkar, sambil terus bertanya, "Ini apa, Bu?", "Kalau yang itu apa?", juga "Ini untuk apa?" dan "Kenapa harus dikupas? Kenapa yang satunya tidak?"

Ketika sampai usia tiga tahun, seperti Tia, seorang anak umumnya mulai membuat repot ayah ibunya dengan beribu-ribu pertanyaan 'apa itu'. Bahkan kebanyakan semakin berkembang menjadi 'mengapa begitu' atau 'mengapa tidak begini'. Ada orang tua yang susah menahan sabar, ada juga yang susah menemukan jawaban tepat.

Permulaan yang bagus

Mengapa harus jengkel dan marah mendengar 'serangan' pertanyaan anak? Padahal ini adalah sebuah rahmat Allah yang tak terkira besarnya! Inilah sumber kepandaian anak-anak kita. Setiap orang tua wajib memandaikan anaknya, bukan? Jangan hanya karena nafsu orang tua yang tak ingin susah, lantas memangkas bakat dan kepandaian anak.

Tak ada manusia yang bisa berkembang jika tak memiliki rasa ingin tahu. Bahkan untuk bisa bertahan hidup pun sulit. Lihat saja perkembangan bayi yang karena dorongan rasa ingin tahunya yang besar maka ia akan berusaha duduk, merangkak, dan menggapai segala sesuatu. Jika tak ada rasa ingin tahu, barangkali bayi-bayi itu lebih suka berbaring tidur hingga usia satu atau dua tahun!

Sunnatullah untuk selalu ingin tahu ini terus ada sepanjang hidup manusia. Mengingat begitu pentingnya rasa ini, maka semenjak munculnya ia sebagai fitrah ketika lahir, harus senantiasa dipelihara.

Sayangnya, manakala fitrah ini mulai nampak menonjol karena dibantu kepandaian anak bicara di usia tiga tahun-an, banyak orang tua tiba-tiba kaget. Karena tak memiliki pengetahuan tentang pendidikan anak, dengan ringan mereka menyuruh anak-anak itu diam.

Sebenarnya, ada banyak sekali anak-anak yang lahir dibekali Allah dengan bibit yang amat bagus. Terlahir sebagai bayi yang manis, suka tersenyum dan banyak bertanya. Anak-anak berbibit bagus seperti ini bukan monopoli penduduk kota dan keluarga berduit, tetapi tersebar ke kampung-kampung dan segala penjuru negeri. Subhanallah, Allah memang Maha Adil.

Akan tetapi, selanjutnya ada perbedaan perlakuan yang diterima anak-anak ini. Sebagian (sangat) kecil menerima dorongan dan motivasi untuk mengembangkan rasa ingin tahunya, sebagian lagi justru menerima pengekangan bahkan pembunuhan kreativitas.

Para ibu dan bapak yang tidak tahu mendidik anak dengan enteng menghardik anak yang terus menerus bertanya. Bahkan memberikan ultimatum dan hukuman jika anak masih saja terus bertanya. Anak yang 'diam' dianggap lebih baik. Akhirnya, dalam rentang waktu beberapa bulan, dalam usia dini itu, anak pun mengubur dalam-dalam keingintahuannya. Dan, korban 'pembunuhan' rasa ingin tahu ini jumlahnya begitu besarnya. Maka, berubahlah anak-anak berbibit bagus tadi menjadi anak-anak afkiran.

Bukan sekadar 'Apa Itu' Benar, tatkala seorang bocah mungil menggamit tangan ibunya dan bertanya, "Apa yang di atas pohon itu, Bu?", maka sesungguhnya yang ingin mereka sampaikan adalah jauh lebih banyak dari itu. Ia ingin juga menanyakan 'Berapa', 'Bagaimana', 'Siapa', dan sekian banyak kata tanya lagi tentang benda yang ia lihat itu.

Hanya saja karena perbendaharaan kata yang masih terbatas, ia mengulang-ulang 'Apa' untuk segala jenis kata tanya yang ingin ia pakai. Lebih jauh, pertanyaan 'Apa' bagi seorang anak adalah ajakan awal untuk berdiskusi tentang satu hal yang baru.

Anak memang ingin berdiskusi! Ia ingin bertanya, bertukarpikiran bahkan saling beradu argumetasi, namun dalam bentuk yang amat sederhana seperti 'apa' dan 'kanapa' itu.

Manakala orang tua pandai memanfaatkan kesempatan ini untuk mengasah keterampilan anak dalam berdiskusi, maka hasilnya akan terus berguna bagi perkembangan selanjutnya. Anak akan lebih terlatih menggunakan otak dengan baik. Pola pikir semakin matang, di samping itu tumbuh pula keberanian berpendapat dan menambah kemampuan dalam berbahasa.

Untuk semakin mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai, beberapa trik dalam menjawab pertanyaan anak akan kita bahas di sini.

1. Berikan sebanyak-banyaknya Apa yang sebenarnya ada dalam benak Tia ketika ia duduk di meja makan sembari bertanya, "Kenapa sih Tia harus makan?" dan ternyata ibu menimpali dengan jawaban tegas, "Supaya tidak lapar. Sekarang, ayo makan!"

Orang tua semestinya memahami bahwa di balik pertanyaan sederhana 'kenapa' itu ada bola raksasa berupa rasa ingin tahu yang bersembunyi dalam dada anak dan terus mendesak seperti hendak menjebol rongga dada. Maka, berikan lebih banyak kepada anak-anak. Berikan uraian jawaban yang membuka hasrat untuk disambung lagi.

Jawaban ibu untuk Tia tidak membuka peluang untuk itu. Semestinya, ibu menjawab, "Sebab, Tia perlu tenaga. Kamu tahu apa tenaga itu?" Setelah itu bisa ibu tambahkan dengan rangkaian informasi tambahan, atau bahkan percobaan kecil-kecilan. Itulah jawaban yang dibutuhkan Tia.

2. Merancang kalimat untuk 'Kenapa' "Kenapa turun hujan?" tanya Tia sambil memandang tetes hujan dari balik kaca. Ayah menjawab, "Karena, awan di langit berubah menjadi air yang menetes." Tia melanjutkan, "Kenapa?" Dengan bijak ayah mengarahkan, "Tia ingin tahu, mengapa awan berubah menjadi tetes air? Itu karena cuaca di atas sana berubah menjadi dingin."

Sekali lagi Tia bertanya, "Kenapa?" Dan ayah pun mengulang maksud Tia, "Maksud Tia, mengapa cuaca menjadi dingin? Itu karena hembusan udara dingin yang datang."

Menarik sekali, karena ayah mengerti bagaimana cara menjabarkan maksud dengan benar. Istilah 'kenapa' yang dimiliki anak harus diperluas maknanya, agar mereka bisa memperbaiki cara menyampaikan pertanyaan dengan benar. Ulanglah kembali apa kira-kira maksud pertanyaan 'kenapa' dari anak-anak itu, dengan menggunakan rangkaian kalimat yang lengkap.

3. Libatkan ke dalam proses Jika Anda sedang memiliki kesempatan, alangkah besar manfaatnya jika melibatkan anak ke dalam proses yang ingin mereka ketahui. Saat mereka bertanya tentang penyedot debu yang anda gunakan untuk membersihkan karpet, kenapa tidak memberi kesempatan bagi mereka untuk mengoperasikannya?

Ketika anak memperoleh pengalaman baru tentang hal-hal yang ingin mereka ketahui, orang tua bisa melengkapi pula dengan informasi-informasi seputar hal tersebut. Apa manfaat pembersihdebu dan bagaimana cara kerjanya, adalah beberapa hal yang bisa diterangkan kepada mereka.

4. Kapan berhenti? Mereka yang cerdas memiliki rasa ingin tahu yang besar. Karena itu, tak lelah-lelahnya anak-anak ini mengejar orang tuanya dengan pertanyaan 'apa' dan 'kenapa'. Ada waktunya orang tua benar-benar kelelahan menjawabnya.

Untuk memutus siklus pertanyaan anak-anak, tak perlu menegur, "Cukup. Kau bertanya terlalu banyak. Sekarang pergi main ke luar!"

Ada cara lebih baik bisa dilakukan, tanpa menyalahkan perilaku anak. Untuk itu, orang tua harus berusaha memindah topik pembicaraan kepada hal-hal yang tak memerlukan banyak jawaban. Semisal dengan mengajak melakukan sesuatu.

5. Rangsang mereka yang diam Bagi orang tua yang putra-putrinya tak banyak bertanya, jangan merasa lebih baik. Justru anak-anak ini perlu dirangsang dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan.

6. Sedang sibuk Ibu bisa stress jika anak sedang bersemangat bertanya 'apa' dan 'kenapa' padahal waktu menyiapkan sarapan tinggal lima menit lagi. Pemecahannya, belokkan rasa ingin tahu anak kepada apa yang sedang ibu lakukan.

Katakan, "Tia mau tahu bagaimana cara membuat teh? Lihat apa yang dilakukan ibu. Kita harus punya seduhan teh lebih dulu. Ini harus pakai air panas. Kemudian baru kita saring. Lalu ditambah gula, sesendok untuk tiap gelas. Baru ditambah air. Jika kita pakai air hangat, gulanya akan semakin cepat habis karena bercampur dalam air. Nah, kau mau coba mengaduk tehmu sendiri?"

7. Katakan terus-terang Tak perlu malu berterus-terang jika ayah dan ibu tak bisa menjawab pertanyaan anak. Berikan pujian, "Wah, sulit betul menjawab pertanyaan anak pintar. Ibu tidak faham mengenai hal itu. Kapan-kapan kita cari jawabnya di perpustakaan, ya."