Proses Tata Cara Pernikahan Yang Islamy
 
 Salmah Machfoedz
 
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya  yang
akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap  dengan  tata cara  atau
aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka  yang tergolong
ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara  yang  lain. Namun di
masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.

Pada  risalah  yang singkat ini, kami akan  mengungkap  tata cara
penikahan  sesuai dengan Sunnah Nabi  Muhammad  shallallahu `alaihi
wa sallam yang hanya dengan cara inilah  kita  terhindar dari jalan
yang sesat (bid'ah). Sehingga orang-orang yang  mengamalkannya  akan
berjalan  di atas landasan  yang  jelas  tentang

ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam
masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah  mengatur sedemikian
rupa. Dari mulai bagaimana mencari  calon  pendamping hidup sampai
mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun  sederhana  tetapi
penuh barakah dan tetap terlihat mempesona.  Islam juga  menuntun
bagaimana memperlakukan  calon  pendamping  hidup setelah resmi
menjadi sang penyejuk hati.

Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan  menurut Islam
secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah

1. Minta Pertimbangan

Bagi  seorang  lelaki sebelum ia  memutuskan  untuk  mempersunting
seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta
pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang   baik
agamanya.  Mereka  hendaknya orang yang tahu  benar  tentang  hal
ihwal  wanita  yang akan dilamar oleh lelaki  tersebut,  agar  ia
dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu  pula
bagi  wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya  ia
minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.

2. Shalat Istikharah

Setelah  mendapatkan  pertimbangan tentang  bagaimana  calon
isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai  hatinya
diberi kemantapan oleh Allah Ta'ala dalam mengambil  keputusan.

Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada  Allah Ta'ala
agar  diberi petunjuk dalam memilih  mana  yang  terbaik untuknya.
Shalat  istikharah  ini tidak  hanya  dilakukan  untuk keperluan
mencari  jodoh saja, akan tetapi dalam  segala  urusan jika
seseorang  mengalami  rasa bimbang  untuk  mengambil  suatu
keputusan  tentang urusan yang penting. Hal ini untuk  menjauhkan
diri  dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan  hidup.  Insya
Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu  pilihan.

3. Khithbah (peminangan)

Setelah  seseorang  mendapat  kemantapan  dalam   menentukan wanita
pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya.  Laki-laki tersebut
harus menghadap orang tua/wali dari  wanita  pilihannya itu  untuk
menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta  agar  ia direstui untuk
menikahi anaknya. Adapun  wanita yang boleh dipinang adalah bilamana
memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:

1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syar'i yang
menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu.   Seperti
karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini   kahi selamanya
(masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar
dan lain-lain).

2. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan
seseorang meminang pinangan saudaranya.

Dari Uqbah bin 'Amir radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah
shallallahu  'alaihi  wa sallam bersabda: "Orang mukmin  adalah
saudara orang  mukmin  yang lain. Maka tidak halal  bagi  seorang
mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal
pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga
saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)

Apabila  seorang  wanita memiliki dua syarat  di  atas  maka haram
bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.

3. Melihat Wanita yang Dipinang

Islam  adalah agama yang hanif yang  mensyari'atkan  pelamar untuk
melihat wanita yang dilamar dan mensyari'atkan wanita  yang dilamar
untuk melihat laki-laki yang meminangnya,  agar masing- masing pihak
benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala  menjatuhkan pilihan
pasangan hidupnyaDari  Jabir radliyallahu 'anhu, bersabda
Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang  wanita,
maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang
mendorongnya  untuk  menikahinya." Jabir berkata: "Maka  aku
meminang seorang  budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa
melihat  apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku
menikahinya." (HR. Abu  Daud  dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani
di  dalam  Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun  ketentuan hukum
yang diletakkan Islam dalam  masalah melihat pinangan ini di
antaranya adalah:

1. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai
mahram.

2. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan  laki-
laki yang meminangnya.

4. Aqad Nikah

Dalam  aqad  nikah ada beberapa syarat  dan  kewajiban  yang harus
dipenuhi:

a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.

b. Adanya ijab qabul.

   Ijab  artinya  mengemukakan atau menyatakan  suatu  perkataan.
Qabul  artinya  menerima. Jadi Ijab qabul itu  artinya  seseorang
menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya
menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang  dimaksud  dengan "ijab
qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan
mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di
bawah  perwaliannya, untuk menikahkannya dengan  lelaki  yang
mengambil  perempuan  tersebut  sebagai  isterinya.  Lalu  lelaki
bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.  Diriwayatkan
dalam sebuah hadits bahwa:

Sahl  bin  Sa'id berkata: "Seorang perempuan datang  kepada  Nabi
shallallahu  'alaihi  wa sallam untuk  menyerahkan  dirinya,  dia
berkata:  "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia  berdiri  lama
sekali  (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki  berdiri  dan
berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau
tidak  berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu  'alaih  wa
sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada
padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).

 Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan
mahar atau maskawinnya ayat Al-Qur'an dan Sahl  menerimanya.

c. Adanya Mahar (mas kawin)

Islam  memuliakan  wanita dengan mewajibkan  laki-laki  yang hendak
menikahinya  menyerahkan mahar (mas kawin).  Islam  tidak menetapkan
batasan  nilai tertentu dalam mas kawin  ini,  tetapi atas
kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar  kemampuan. Islam
juga  lebih menyukai mas kawin yang  mudah  dan  sederhana serta
tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.

Dari 'Uqbah bin 'Amir, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam:  "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR.  Al-
Hakim  dan Ibnu Majah,  shahih, lihat Shahih  Al-Jami'us  Shaghir
3279 oleh Al-Albani)

d. Adanya Wali

Dari  Abu  Musa radliyallahu 'anhu, Nabi shallallahu  'alaihi  wa
sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi
Dawud no. 1836).Wali  yang  mendapat prioritas pertama  di  antara
sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau
tidak ada  barulah  kakeknya (ayahnya ayah),  kemudian  saudara
lelaki seayah  seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki.
Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau
hakim.

e. Adanya Saksi-Saksi

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak  sah  suatu pernikahan tanpa seorang wali  dan  dua  orang
saksi  yang  adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan  dari  Aisyah,
shahih, lihat Shahih Al-Jami'us Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no.
7557).

Menurut sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam,  sebelum aqad
nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah
atau khuthbatul-hajat.

5. Walimah

Walimatul 'Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda  Rasulullah
shallallahu 'alaih wa sallam kepada Abdurrahman
bin 'Auf:

"....Adakanlah  walimah sekalipun hanya dengan  seekor  kambing."
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih  Sunan Abu
Dawud no. 1854)

Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika  kalian
diundang  walimah, sambutlah  undangan  itu  (baik undangan
perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa  yang  tidak menyambut
undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada  Allah dan  Rasul-
Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad  no. 6337 dan Al-
Baihaqi 7/262 dari Ibnu 'Umar).

Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang  didalamnya
terdapat  maksiat  kepada  Allah Ta'ala  dan  Rasul-Nya,  kecuali
dengan  maksud  akan  merubah atau  menggagalkannya.  Jika  telah
terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau
menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.

Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang  Nabi
shallallahu `alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau  masuk dan
melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:

"Sesungguhnya  malaikat tidak masuk suatu rumah yang di  dalamnya
ada  gambar."  (HR. An-Nasa'i dan Ibnu Majah, shahih,  lihat  Al-
Jami'us Shahih mimma Laisa fis Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin
Hadi Al-Wadi'i).

Adapun  Sunnah  yang harus  diperhatikan  ketika  mengadakan walimah
adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk-
nya)   seperti  yang dibawakan oleh  Anas  radliallahu  `anhu,
katanya:

Dari Anas radliallahu `anhu, beliau berkata: "Rasulullah
shallallahu`alaihi wa sallam telah menikahi Shafiyah  dengan
maskawin 'pembebasannya' (sebagai tawanan  perang Khaibar) dan
mengadakan walimah  selama tiga hari." (HR. Abu Ya'la, sanad hasan,
seperti yang  terdapat  pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di  dalam
Shahih Bukhari  7/387 dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz  Zifaf
fis Sunnah Al-Muthaharah oleh Al-Albani hal. 65)

2. Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya
sesuai dengan wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam:

"Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan
makananmu  kecuali  seorang yang bertaqwa." (HR. Abu  Dawud,  At-
Tirmidzi,  Ibnu  Hibban dan Al-Hakim dari  Abi  Sa'id  Al-Khudri,
hasan,  lihat   Shahih Al-Jami'us Shaghir 7341  dan  Misykah  Al-
Mashabih 5018).

3. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai
dengan taraf ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits   Al-
Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Anas   radliallahu
`anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa   sallam kepada
Abdurrahman bin Auf:

"Adakanlah  walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR.  Abu
Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.
1854)

Akan  tetapi  dari beberapa hadits yang  shahih  menunjukkan
dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa daging.  Dibolehkan   pula
memeriahkan  perkawinan  dengan   nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana
(bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan  tidak bertentangan
dengan ahklaq seperti yang  diriwayatkan dalam hadits berikut
ini:

Dari  'Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui  seorang
pria Anshar. Nabi shallallahu `alaihi wa  sallam  bersabda:  "Wahai
Aisyah, mengapa kalian tidak menyuguhkan hiburan?  Karena kaum Anshar
senang pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-185 dan  Al-Hakim 2/184, dan
Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para tamu undangan yang datang
ke  pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan
keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah
shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang
mempelai, beliau  mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah  memberimu
berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan
mudah - mudahan  Dia mempersatukan kalian berdua dalam  kebajikan."
(HR. Sa'id  bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula  Abu
Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz
Zifaf hal. 89)

Adapun  ucapan seperti "Semoga mempelai dapat  murah  rezeki dan
banyak anak"  sebagai ucapan selamat kepada  kedua  mempelai adalah
ucapan  yang dilarang oleh Islam, karena hal  itu  adalah ucapan yang
sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah.

Dari  Hasan  bahwa  Aqil bin Abi Thalib  menikah  dengan  seorang
wanita  dari Jisyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan  ucapan
jahiliyyah: "Bir rafa' wal banin." Aqil bin Abi Thalib  mencegahnya,
katanya: "Jangan kalian mengatakan demikian karena  Rasulullah
melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang harus  kami
ucapkan  ya  Aba  Zaid?" Aqil  menjelaskan,  ucapkanlah:  "Mudah-
mudahan  Allah memberi kalian berkah dan melimpahkan atas  kalian
keberkahan."  Seperti itulah kami diperintahkan.  (HR.  Ibnu  Abi
Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan yang lainnya,
lihat Adabuz Zifaf hal. 90)

Demikianlah  tata  cara pernikahan yang  disyari'atkan  oleh Islam.
Semoga  Allah Ta'ala memberikan  kelapangan  bagi  orang- orang
yang  ikhlas  untuk mengikuti petunjuk  yang  benar  dalam memulai
hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah  Rasulullah
shallallahu 'alaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke
dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya:   "Yaitu orang-
orang yang berdoa: 'Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami isteri-
isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).   Dan
jadikanlah  kami  imam  bagi   orang-orang   yang bertaqwa.'" (Al-
Furqan: 74).

Maraji':

Fiqhul Mar'ah Al-Muslimah, Ibrahim Muhammad Al-Jamal.
Adabuz  Zifaf fis Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh  Nashiruddin  Al-
Albani.