Sedangkan seekor unta dan sepotong baju milik pribadinya, ia
wariskan buat khalifah baru. Ketika barang-barang itu
diserahkan kepada Umar (yang baru saja diangkat jadi khalifah
kedua), ia pun tak kuasa menahan air mata. ''Abu Bakar,
engkau telah membuat tugas penggantimu menjadi sangat sulit,''
tuturnya penuh haru.
Umar sendiri tak kalah berhati-hatinya dibandingkan Abu Bakar
dalam menggunakan dana Baitul Mal. Hal itu tersurat dalam
salah satu ucapannya, ''Aku tidak berkuasa apa pun terhadap
Baitul Mal selain sebagai petugas penjaga milik yatim piatu. Aku
mengambil uang sedikit sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari.
Salah satu hal yang harus diingat, uang rakyat tidak boleh
dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas prinsip
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.''
Utsman bin Affan (khalifah ketiga), dikenal sebagai salah
seorang Muslim yang paling dermawan. Ketika hidupnya, dia
menyumbangkan begitu banyak harta dan bendanya untuk
perjuangan Islam.
Selama menjabat khalifah, Usman tidak mengambil apa pun (gaji
maupun tunjangan) dari Baitul Mal. Bahkan Usman, yang
sebelum menjadi Muslim adalah seorang saudagar sangat kaya,
melayani rakyat dengan hasil usaha dagangnya sendiri.
Salah satu pidato Usman yang sangat masyhur adalah, ''Saat
kendali pemerintahan dipercayakan kepadaku, aku pemilik unta
dan kambing terbanyak di Arab. Sekarang aku tak punya
kambing maupun unta lagi, kecuali dua ekor untuk menunaikan
ibadah haji. Dan, apa pun yang telah aku ambil dari rakyat aku
gunakan untuk kesejahteraan mereka sendiri. Tidak satu sen pun
dana masyarakat disalahgunakan. Aku tidak mengambil apa pun
dari dana tersebut. Bahkan apa yang aku makan, dari nafkahku
sendiri.''
Khalifah Ali bin Abi Thalib (khalifah keempat) dikenal hidup
sangat sederhana, bahkan mendekati kemiskinan.
Kesederhanaannya, antara lain, dapat dilihat dari perabot rumah
tangganya yang tidak bertambah. Keluarga Ali bahkan tidak
mempunyai pembantu rumah tangga.
Namun pada saat bersamaan, Ali dikenal sangat dermawan.
Meski hidup miskin, ia tak pernah mengecewakan orang yang
mengetuk pintu rumahnya, mohon pertolongan. Ia dan
keluarganya rela menahan lapar, demi membahagiakan tamu
yang minta makanan untuk berbuka puasa.
Itulah contoh watak kesederhanaan, kejujuran, dan integritas
pribadi para khalifah yang empat. Tak heran kalau Jurji Zaidan,
sejarawan Mesir beragama Kristen menulis, ''Zaman
khalifah-khalifah yang alim merupakan masa keemasan Islam.
Khalifah-khalifah itu terkenal karena kesederhanaan, kealiman,
dan keadilannya.'' (Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka,
hal 16).
Dewasa ini, ketika tuntutan masyarakat akan keadilan,
keterbukaan, dan kejujuran para pemimpin pemerintahan datang
begitu deras, selayaknya tiap-tiap pejabat mengambil cermin
dari teladan para khalifah utama.